.:::Welcome To rumrumarum Blog | Jangan lupa follow dan comment ya | :::.

Selasa, 08 Mei 2012

Belajar Tanpa Sekolah

BELAJAR TANPA SEKOLAH

Nama       DEWI ERNI LOGANANTAbaca BELAJAR TANPA SEKOLAH
Email       dwlogananta4@gmail.com
Asal Insatansi/Univ       UNNES
NO HP       o85640165xxx
BELAJAR TANPA SEKOLAH
Mari kita buka mata. Ini nyata, hanya di Indonesia. Negara yang birokrasinya super lama. Negara yang penduduk miskinnya makin banyak. Negara yang orang bunuh dirinya rata-rata lima orang setiap harinya. Negara yang kriminalitas dan tindakan asusila mulai merambah kemana-mana. Negara yang, padahal belum maju, tapi mulai memundur. Ini Indonesia.
Indonesia, dari segala aspek, ekonomi, politik, sosial, budaya, hankam, dan yang lainnya, memiliki banyak masalah. Masalah ini disebabkan oleh dua hal besar, kelemahan sistem dan kelemahan manusianya. Tapi dua hal ini bisa kita kerucutkan lagi menjadi satu masalah: kelemahan manusia, karena sistem juga di buat manusia. Kelemahan-kelemahan manusia ini adalah hasil dari akumulasi kesalahan sebuah sistem pada satu aspek kehidupan yaitu  pendidikan. Masalah utama kita adalah lemahnya sistem pendidikan.
Terdapat satu tawaran dunia yang mulai maju akhir-akhir ini meskipun sebenarnya telah lebih dulu lahirnya. Pendidikan non-formal menjadi satu dari banyak solusi dari permasalahan pokok di atas. Tawaran-tawaran Pendidikan non-formal ini ternyata telah terbukti turut memberi kontribusi pada negara sebagai langkah solutif.
Diadakannya jurusan Pendidikan Nonformal pada perkuliahan di Tanah air, ini menjadi tapak awal perjuangan pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal yang selanjutnya disebut pendidikan luar sekolah inilah yang menjadi minat bagi mereka yang terbilang pandai mencari peluang untuk dapat diterima pada Universitas/ Perguruan Tinggi, disebabkan peminat dan kuota yang sangat minim. Ini mungkin   terjadi hanya pada beberapa mahasiswa. Beberapa dari mereka lainnya telah mempunyai motivasi dari orang-orang terdekat yang boleh dikata telah mengerti apa itu pendidikan luar sekolah.
Terlepas dari latar belakang apapun mahasiswa bisa berada pada jurusan itu, mereka mempunyai tantangan yang sangat berat. Akal dan mental mereka akan dikejjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan dadri mereka-mereka yang kurang tahu atau bahkan tidak tahu sama sekali mengenai PLS. Berat memang, namun tak harus menunggu 3 atau 4 tahun untuk dapat mennjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Di perkuliahan PLS-lah mereka akan tahu.
Mahasiswa-mahasiswa PLS inilah yang akan digembleng untuk menjadi Pemberdaya Masyarakat, merekalah yang akan merangkul kaum-kaum lapisan menengah ke bawah yang selama ini kurang dipandang dengan dua bola mata penuh, mereka jugalah yang akan menciptakan banyak pekerja bukan pengemis lowongan pekerjaan.
Harapan terbesar dari penulis pribadi adalah sebuah keberhasilan dalam merelasikan tiga unsur vital demi terciptanya kesejahteraan yang diimpikan. Tiga unsur itu yakni manajer, warga belajar dan pemilik dana. Hal itu dapat dikatakan sebagai inti dari program Pendidikan Luar Sekolah. Meskipun butuh usaha besar untuk hal itu, penulis menilai itu sebagai impian bukan mimpi.
Sebuah konsep yang ingin sekali penulis tawarkan adalah konsep mengenai perangkulan kaum-kaum kurang beruntung pada umumnya dan anak-anak korban eksploitasi pada khususnya pada rangkulan edukasi dunia. Mereka   anak-anak yang terpaksa hidup di keliling sampah dan mereka yang semata-mata terjerumus dalam gank-gank yang kurang berorientasi positif pada kehidupan. Siapa yang akan merangkul mereka ? PLS bisa! Sangat bisa !
Konsep itu berupa kesatuan kegiatan yang akan menjadi tempat mereka belajar, berlatih, dan menngembangkan diri demi tercapainya tujuan hidup mereka masing-masing. Penulis di dalam hal ini akanm membawa sebuah kalimat yang berkarakter atau lebih dikenal dengan slogan yaitu “BELAJAR TANPA SEKOLAH . Sungguh inilah impian penulis sebagai mahasiswa PLS UNNES 2010. Konsep ini nantinya akan sangat membutuhkan stake holders yang tak sedikit. Penulis perlu memilih mitra yang suitable (cocok) untuk konsep program tersebut.
“BELAJAR TANPA SEKOLAH , penulis inginkan karena kosakata sekolah rupanya kian membuat jarak bagi dua kaum penikmat dan kaum melarat. Sekolah dijadikan sebagai kebanggaan yang dapat dikiaskan bahwa “pendidikan hanya dinikmati oleh mereka kaum ekonomi baik/ kaum konglomerat . Kaum konglomerat terus bersekolah dengan segudang uangnya sedang kaum melarat terus meratap menatap mimpi dengan segudang bebannya. Terlepas dari kata “sekolah  penulis ingin mereka belajar artinya mereka belajar tanpa bersekolah.
“BELAJAR TANPA SEKOLAH , ini merupakan kesatuan kegiatan yang diharapkan dapat dinikmati oleh seluruh mereka yang tergolong kurang beruntung. Dengan pendekatan-pendekatan progresiv tentunya konsep ini tidak mustahil untuk diwujudkan. Keterlibatan Negara dalam hal inipun sangat dibutuhkan untuk dapat bersama memberikan inspirasi dalam pengembangan “BELAJAR TANPA SEKOLAH  ini.
Follow up dari harapan awal tadi adalah terwujudnya tenga-tenaga trampil terdidik yang mumpuni / mampu untuk mengembangkan ketrampilannya pada masyarakat luas. Seiring itu mereka akan menuju pada penciptaan lapangan kerja sehingga mengurangi angka pengemis lowongan kerja di Tanah air.
Ini merupakan satu dari banyak impian mahasiswa PLS UNNES 2010.
BERSAMA MENGGAPAI CITA, PLS BERJAYA!
Nama DEWI ERNI LOGANANTA
Email dwlogananta4@gmail.com
Asal Insatansi/Univ UNNES
NO HP o85640165499

Non Formal Education

Pendidikan Luar Sekolah masih Dimarjinalkan Pemda

logo warna Pendidikan Luar Sekolah  masih Dimarjinalkan PemdaMataram Guru Besar STKIP Siliwangi Bandung Prof. Dr. H. Engking S. Hasan, M. Pd, menilai pendidikan luar sekolah atau pendidikan non formal masih dimarjinalkan oleh pemerintah daerah karena tidak sinkronnya program pemerintah pusat dengan daerah.
“Luar biasa indah dan runutnya program pemerintah pusat, tetapi manakala program luas sekolah ini masuk ke daerah, pengelolaannya kadang-kadang kurang sinkron,  katanya di sela-sela acara seminar akademik jurusan pendidikan luar sekolah STKIP Siliwangi Bandung, yang digelar di gedung Balai Pengembangan Pendidikan Formal dan Informal (BPPFI) Regional VII Mataram, di Mataram, Selasa.
Ia menilai pendidikan yang sangat ampuh di masyarakat adalah adalah Pendidikan nonformal dan informal (PNFI). Pendidikan luar sekolah tersebut merupakan pendidikan yang paling tua di dunia, sehingga dijadikan sebagai soko guru.
Fungsi dan peran PNFI sangat besar dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di suatu wilayah melalui pendidikan luar sekolah yang diberikan kepada masyarakat.
Salah satu target yang ingin dicapai, menurut dia, adalah membuat masyarakat menjadi pintar yang akan bermuara pada pembangunan ekonomi dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
“Jika rakyat sudah pintar dan melek, segala macam pembangunan ekonomi akan terwujud. Kalau ekonomi rakyat sudah meningkat, tentu drajat kesehatan masyarakat yang tinggi akan tercapai. Tetapi kalau diawali dengan kebodohan dan mutu pendidikan yang rendah, ekonomi dan kesehatan masyarakat juga akan rendah,  ujarnya.
Engking menggambarkan bagaimana pendidikan luar sekolah di sejumlah negara seperti di Korea Selatan, Singapura dan Thailan yang cukup berkembang dan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi masyarakatnya. “Jambu bangkok, ayam bangkok dari Thailand semuanya hasil dari pendidikan luar sekolah. Jadi begitu pentingnya pendidikan luar sekolah di Thailand,  ujarnya.
Menurut dia, program pemerintah pusat terkait dengan pendidikan luar sekolah sudah cukup bagus seperti sanggar belajar bersama, pendidikan dan pelatihan. Namun, yang terpenting adalah bagaimana menyelaraskan program tersebut dengan program pemerintah daerah terutama setelah berlakunya otonomi daerah.
Dia mengharapkan adanya sebuah upaya meninjau kembali undang-undang tentang otonomi daerah, sehingga program pemerintah pusat dengan program pemerintah daerah dalam memanusiakan manusia melalui pendidikan luar sekolah bisa selaras.
“Yang terpenting adalah bagaimana impelementasi kerja sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam otonomi daerah guna meningkatkan sumber daya manusia. Jadi harus betul-betul ada kesinambungan. Itulah makna sebenarnya dari otonomi daerah,  ujarnya.(ant)
Sumber http://sumbawabaratnews.com/?p=299
.artikel tentang pls.artikel tentang pendidikan luar sekolah.